Kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival
dan pertumbuhan makhluk-makhluk yang hidup di perairan tersebut.
Kualitas suatu perairan ditentukan oleh sifat fisik, kimia, dan biologis
dari perairan tersebut. Interaksi antara ketiga sifat tersebut
menentukan kemampuan perairan untuk mendukung kehidupan organisme di
dalamnya. Kualitas air mempengaruhi jumlah, komposisi, keanekaragaman
jenis, produksi dan keadaan fisiologi organisme perairan. Oleh karena
itu diperlukan suatu cara tertentu untuk menentukan kualitas perairan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Siradz et al., 2008).
Suatu perairan dikatakan subur apabila mengandung banyak unsur hara atau
nutrien yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam air terutama
fitoplankton dan dapat mempercepat pertumbuhannya. Penentuan kualitas
perairan dilakukan dengan mengukur parameter, yaitu fisika, kimia, dan
biologi. Parameter fisika terdiri dari suhu, kecepatan arus, kecerahan
air, kedalaman perairan, warna perairan, dan substrat. Parameter kimia
terdiri dari oksigen terlarut, BOD, bahan organik dan residu. Parameter
biologi terdiri dari plankton (Salmin, 2000).
A.Parameter Fisika
1.Suhu
Suhu merupakan faktor fisika yang penting di semua sektor kehidupan di
dunia. Menurut hukum Van’t Hoff, kenaikan suhu 10°C akan mempercepat
reaksi menjadi dua kali lebih cepat. Suhu menurun secara teratur sesuai
dengan kedalaman perairan. Hal ini karena kurangnya intensitas matahari
yang masuk ke perairan. Suhu air pada kedalaman melebihi 1000 meter
relatif konstan, berkisar antara 2-40C. Suhu merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyerapan
organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme
hanya berfungsi dalam kisaran suhu yang relatif sempit biasanya 0-400C
(Mitsch and Gosselink, 1994).
2.Penetrasi Cahaya
Cahaya merupakan faktor penting bagi kehidupan ikan dalam pemangsaan, tingkah laku reproduksi, mencari perlindungan, orientasi migrasi, pola pertumbuhan, dan fase metabolisme ikan. Kemampuan sinar matahari pada kondisi cerah dapat diabsorbsi sebanyak 1% pada kedalaman 100 meter dan untuk perairan yang keruh hanya mencapai kedalaman 10-30 meter dan tiga meter pada perairan estuari (Brotowidjoyo et al., 1995). Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat pantai tinggi, akibat aktivitas pasang surut dan juga tingkat kedalaman (Hutabarat dan Evans, 1985).
Cahaya merupakan faktor penting bagi kehidupan ikan dalam pemangsaan, tingkah laku reproduksi, mencari perlindungan, orientasi migrasi, pola pertumbuhan, dan fase metabolisme ikan. Kemampuan sinar matahari pada kondisi cerah dapat diabsorbsi sebanyak 1% pada kedalaman 100 meter dan untuk perairan yang keruh hanya mencapai kedalaman 10-30 meter dan tiga meter pada perairan estuari (Brotowidjoyo et al., 1995). Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat pantai tinggi, akibat aktivitas pasang surut dan juga tingkat kedalaman (Hutabarat dan Evans, 1985).
3.TSS (Total Suspended Solid)–
Padatan tersupensi dalam air umumnya diperlukan untuk penentuan produktivitas dan mengetahui norma air yang dimaksud dengan jalan mengukur dalam berbagai periode. Suatu kenaikan mendadak, padatan tersuspensi dapat ditafsir dari erosi tanah akibat hujan. Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada. Menurut Prescod (1973), kandungan padatan tersuspensi dalam perairan tidak boleh lebih dari 1000 mg/. Tingginya kandungan TSS dalam perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan (Fardiaz, 1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan dapat mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya (Sumawidjaja, 1974).
Padatan tersupensi dalam air umumnya diperlukan untuk penentuan produktivitas dan mengetahui norma air yang dimaksud dengan jalan mengukur dalam berbagai periode. Suatu kenaikan mendadak, padatan tersuspensi dapat ditafsir dari erosi tanah akibat hujan. Pergerakan air berupa arus pasang akan mampu mengaduk sedimen yang ada. Menurut Prescod (1973), kandungan padatan tersuspensi dalam perairan tidak boleh lebih dari 1000 mg/. Tingginya kandungan TSS dalam perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan (Fardiaz, 1992). Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi dalam suatu perairan dapat mengurangi nilai guna perairan dan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya (Sumawidjaja, 1974).
B.Parameter Kimia
1. pH
Nilai pH dan oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang
menjadi indikator kesehatan ekosistem perairan. Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH di perairan waduk
penjalin stabil pada nilai pH nya 8 yang menunjukkan perairan memiliki
pH sedikit basa. Nilai ini masih memenuhi baku mutu. Rentang pH 6-9
masih cocok untuk kehidupan ikan dan biota akuatik lainnya. pH yang
ideal bagi kehidupan biota air tawar adalah antara 6,8 – 8,5. pH yang
sangat rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air makin besar,
yang bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi dapat
meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat toksik
bagi organisme air (Tatangindatu dan Kalesaran, 2013).
2. DO (Dissolve Oxigen)
Oksigen merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Oksigen merupakan komponen penting dan menjadi faktor pembatas bagi organisme perairan. Hal ini karena daya larut oksigen di perairan rendah serta dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas, maka kelarutan oksigen makin rendah. Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pergerakan air, lias daerah permukaan yang terbuka, tekanan atmosfir dan persentase oksigen di sekelilingnya. Oksigen terlarut adalah parameter kimia perairan yang menunjukkan banyaknya oksigen yang terlarut dalam suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan proses metabolisme atau pertukaran zat yang menghasilkan energi. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
3. CO2 ( karbondioksida bebas)
Karbondioksida merupakan produk dari respirasi yang dilakukan oleh tanaman maupun hewan. Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk fotosintesis, dan pada banyak cara menunjukkan hubungan keterbalikan dengan oksigen. Meskipun suhu merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air, keberadaan gas-gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi. Ketersediaan karbondioksida terlarut di air dapat bersumber dari air tanah, dekomposisi zat organik, respirasi organisme air, senyawa kimia dalam air maupun dari udara namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Tumbuhan akuatik, misalnya alga, lebih menyukai karbondioksida sebagai sumber karbon dibandingkan dengan bikarbonat dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat berperan sebagai sumber karbon. Namun di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi karbondioksida dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Cholik et al., 1986)
Karbondioksida merupakan produk dari respirasi yang dilakukan oleh tanaman maupun hewan. Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk fotosintesis, dan pada banyak cara menunjukkan hubungan keterbalikan dengan oksigen. Meskipun suhu merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air, keberadaan gas-gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi. Ketersediaan karbondioksida terlarut di air dapat bersumber dari air tanah, dekomposisi zat organik, respirasi organisme air, senyawa kimia dalam air maupun dari udara namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Tumbuhan akuatik, misalnya alga, lebih menyukai karbondioksida sebagai sumber karbon dibandingkan dengan bikarbonat dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat berperan sebagai sumber karbon. Namun di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi karbondioksida dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Cholik et al., 1986)
4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Menurut Effendi (2003), segera tidak langsung BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis, 1991). BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Salmin, 2000).
Menurut Effendi (2003), segera tidak langsung BOD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis, 1991). BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya. BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Salmin, 2000).
5. COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan-bahan organik yang ada dalam air baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Selisih hasil nilai antara pengukuran COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai di perairan tersebut. Nilai dari COD bisa sama dengan BOD, tetapi nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD, jadi nilai COD dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD karena senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga akan ikut dalam reaksi pengujian (Barus, 2002).
Metode standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau COD yang digunakan saat ini kebanyakan masih melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis. Hasil pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun di Waduk Penjalin menunjukkan adanya variasi nilai COD.
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan-bahan organik yang ada dalam air baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui tingkat penguraian produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Selisih hasil nilai antara pengukuran COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit terurai di perairan tersebut. Nilai dari COD bisa sama dengan BOD, tetapi nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD, jadi nilai COD dapat menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Nilai BOD tidak bisa lebih besar dari COD karena senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga akan ikut dalam reaksi pengujian (Barus, 2002).
Metode standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau COD yang digunakan saat ini kebanyakan masih melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis. Hasil pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun di Waduk Penjalin menunjukkan adanya variasi nilai COD.
6.Nitrat (NO3)
Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Sudarmono, 2006). Senyawa nitrat terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion NO3). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Pujiastuti et al., 2013). Konsentrasi oksigen terlarut yang sangat rendah dapat mengakibatkan terjadinya proses denitrifikasi, yaitu perubahan nitrat melalui nitrit yang akan menghantarkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lemas ke udara atau kembali membentuk amonium melalui proses amnonifikasi nitrat.
Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Sudarmono, 2006). Senyawa nitrat terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion NO3). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Pujiastuti et al., 2013). Konsentrasi oksigen terlarut yang sangat rendah dapat mengakibatkan terjadinya proses denitrifikasi, yaitu perubahan nitrat melalui nitrit yang akan menghantarkan nitrogen bebas yang akhirnya akan lemas ke udara atau kembali membentuk amonium melalui proses amnonifikasi nitrat.
C.Parameter Biologi
1. Kandungan Klorofil
Kandungan klorofil, menggambarkan banyaknya fitoplankton yang berada di perairan tersebut, yang juga berperan dalam menentukan tingkat kesuburan suatu kawasan perairan (Wiryanto et al., 2012). Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, baku mutu kandungan klorofil pada perairan kelas dua adalah 4 µg/L, sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan klorofil di Waduk Penjalin berada pada kisaran rendah dan Waduk Penjalin tergolong dalam perairan oligotrofik dengan tingkat kesuburan yang cukup rendah.
Kandungan klorofil, menggambarkan banyaknya fitoplankton yang berada di perairan tersebut, yang juga berperan dalam menentukan tingkat kesuburan suatu kawasan perairan (Wiryanto et al., 2012). Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001, baku mutu kandungan klorofil pada perairan kelas dua adalah 4 µg/L, sehingga dapat dikatakan bahwa kandungan klorofil di Waduk Penjalin berada pada kisaran rendah dan Waduk Penjalin tergolong dalam perairan oligotrofik dengan tingkat kesuburan yang cukup rendah.
2. Plankton
Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan (Dawes, 1981).
Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan (Dawes, 1981).
Source: https://hayunosakurablog.wordpress.com/tag/kualitas-air/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar